BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Partisipasi politik
merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi , sekaligus
merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Partisipasi politik itu
merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
yang dilakukan pemerintah. Sslah satu kegiatan yang menunjukan adanya
partisipasi politik dalam sebuah negara adalah proses pemilihan umum.
Di negara-negara yang
demokratis pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada
rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksaan pemerintah dan sistem politik
yang berlaku.Dengan hal ini pula, pemilihan umum tetaplah merupakan bentuk
partisipasi politik rakyat.Dalam pelaksanaannya, keputusan politik
akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara. Dengan demikian, masyarakat
tentu berhak ikut serta mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
itu. Bahkan tingkat partisipasi politik memiliki hubungan erat dengan
pertumbuhan sosial-ekonomi.Artinya dapat mendorong tingginya tingkat
partisipasi rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan
kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam
partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan mereka.
Munculnya orde yang
membangun sistem politik dan tatanan kelembagaan secara konstitusional
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, memiliki pengaruh terhadap partisipasi
politik rakyat.Orde itu cenderung untuk menciptakan kondisi sosial
politik dan sosial ekonomi yang mapan sebagi sarana dalamb melaksanakan
pembangunan.Stabilitas politik dan stabilitas ekonomi berusaha di ciptakan dan
dipelihara sebagai modal bagi terciptanya kondisi untuk membangun.Modernisasi
dan transformasi sosial tampaknya merupakan karakteristik pembangunan di
Indonesia. Tuntutan–tuntutan ke arah perkembangan cepat untuk mencapai
target-target pembangunan. Banyak orang yang masih mempertanyakan format
partisipasi masyarakat , terutama yang berkaitan dengan partisipasi politik,
ada semacam keraguan bahwa partisipasi yang dilakukan bukanlah bentuk
partisipasi politik yang sesungguhnya, tetapi hanyalah partispasi semu ( pseudo
paricipation ) Anggapan bahwa partisipasi itu karena mobilitas atau dalam
istilah Huntington ialah “partisipasi yang di mobilisasi” anggapan tersebut
seringkali mengambil contoh dalam mekanisme pemilihan umum lima tahunan, yang
dipadang tidak mencerminkan bentuk partisipasi politik yang sesungguhnya.
Untuk melihat hal itu,
tampaknya perlu dipahami bagaimana format partisipasi politik di beberapa
negara berkembang yang menganut model pembangunan yang berbeda.Maka hal
inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian lebih mendalam mengenai
partisipasi politik.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan deskripsi
pada latar belakang diatas, maka penulis memperoleh permasalahan yang kemudian
akan dijadikan sebagai bahan pembahasan sebagai berikut:
- Apakah yang dimaksud dengan
Partisipasi Politik?
- Apakah Fungsi Partisipasi Politik?
- Bagaimana bentuk-bentuk Partisipasi
Politik serta faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya Partisipasi
Politik?
- Bagaimana peran Warga Negara dalam
Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosial-ekonomi pada negara
berkembang?
Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah
yang ada diatas, maka penulisan ini bertujuan untuk mengetahui:
- Pengertian Partisipasi Politik,
- Fungsi Partisipasi Politik,
- Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
serta faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya Partisipasi Politik,
- Peran Warga Negara dalam
Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosial-ekonomi pada negara
berkembang
BAB II
METODOLOGI
Manfaat Teoritis
- Menambah ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan Sosiologi Politik khususnya mengenai materi
Partisipasi Politik, baik itu berkaitan dengan pengertian, bentuk, factor,
peran Warga Negara serta hubungan partisipasi politik dengan
sosial-ekonomi dalam negara berkembang.
- Dapat dijadikan sebagai bahan
referensi bagi penulisan yang sejenis
Manfaat Praktis
- Bagi masyarakat, penulisan ini
dapat dijadikan sebagai koleksi bacaan dalam menambah wawasan mengenai
Sosiologi Politik khususnya Partisipasi Politik.
- Bagi kalangan pendidik di
Sekolah/Kampus, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
dalam mata pelajaran/mata kuliah Sosiologi Politik dengan materi
Partisipasi Politik.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Partisipasi
Politik menurut pendapat Robert P. Clark,
Partisipasi Politik dapat diartikan berbeda-beda tergantung pada kultur politik
(budaya politik) yang melandasi kegiatan partisipasi tersebut. Clark mengangkat
pengertian partisipasi politik menurut rumusan Samuel P. Huntington dan Joan M.
Nelson yang menyatakan bahwa partisipasi politik adalah aktivitas
pribadi-pribadi warga negara untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah.
Dari sumber yang sama Miriam Budiarjo melengkapi pengertian
Huntington sebagai berikut :
Partisipasi dapat bersifat
perorangan atau secara kelompok, diorganisasikan atau secara spontan, ditopang
atau sporadis, secara baik-baik atau dengan kekerasan, legal atau tidak legal,
aktif atau tidak aktif.
Menurut Closky,
Pengertian Partisipasi Politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mereka yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa
dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijaksanaan
umum.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pengertian
Partisipasi Politik
Secara etimologi
Partisipasi berasal dari bahasa latin, yaitu pars yang berari
bagian dan capere yang berarti mengambil. Bila digabungkan
maka dapat kita artikan “ mengambil “. Dalam bahasa inggris,participate atau participation berarti
mengambil bagian atau mengambil peranan. Jadi partisipasi politik dapat kita
artikan dengan mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau
kegiatan politik suatu negara ( Soeharno: 2004; 102).
Partisipasi merupakan
aspek penting dalam demokrasi.Partisipasi politik adalah usaha terorganisir
oleh para warga negara untuk memlih pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi
bentuk dan jalannya kebijakan umum. Usaha ini dilakukan akan tanggung jawab dan
kesadaran mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu
Negara. Sementara itu, Syarbaini mendefinisikan partisipasi politik adalah
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik, seperti memilih pemimpin Negara, atau upaya untuk
memengaruhi kebiijakan pemerintah.
Dusseldorp (1981)
mengartikan partisipasi sebagai kegiatan atau keadaan mengambil bagian dalam
suatu aktivitas untuk mencapai suatu kemanfaatan secara optimal. Devinisi lebih
rinci dikemukakan oleh Cohen Uphoff (1979), partisipasi sebagai keterlibatan dalam
proses pembuatan keputusan, pelaksanaan program, memperoleh kemanfaatan, dan
mengevaluasi program. Sementara itu Davis (1977), memberikan definisi
partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorong dirinya untuk memberi sumbangan bagi tercapainya tujuan
dan membagi tanggung jawab diantara mereka(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko
Susilo, 2012: 65).
Partisipasi politik
menurut Huntington dan Nelson ( dalam Soeharno: 2004; 103) adalah kegiatan
politik warga negara preman ( private citizen) yang bertujuan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah. Dari pengertian partisipasi politok
diatas maka Huntington dan Nelson memberikan batasan mengenai partisipasi
politik yaitu;
- Partisipasi yang menyangkut
kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Hal-hal seperti sikap dn
perassaan politik hanya dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
bentuk tindakan politik bukan terpisah dari tindakan politik.
- Subjek yang dimasukkan dalam
partisipasi politik itu adalah warga negara preman ( Private Citizen) atau
lebih tepatnya orang per orang dlam peranannya sebagai warga negara biasa,
bukan orang-orang profesional dibidang politik seperti pejabat pemerintah,
pejabat partai, calon politikus, lobbi professional.
- Kegiatan partisipasi politik
dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan
ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang
politik.
- Mencakup semua kegiatan yang
mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu mempunyai efek atau
tidak, berhasil atau gagal.
- Mencakup partisipasi otonom dan
partisipasi dimobilisasikan, partisipasi otonom yaitu kegiatan politik
yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. Sedangkan partisipasi yang dimobilisasikan adalah
kegiatan politik yang dilakukan karena keinginan orang lain.
Miriam budiardjo
memberikan batassan yang lebih luas mengenai partisipasi politik (dalam
Soeharno: 2004; 104), ia memandang bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan
seseorang atau kelompok untuk ikut secara aktif dalam kegiatan politik,
misalnya dalam pemilihan pemimin negara, mempengaruhi kebijaksanaan negara dan
berbagai kegiatan lainnya.Di pihak lain Budiarjo secara umum
mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan
memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah (public policy).Partisipasi politik yang
demikian merupakan tindakan-tindakan yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan
pemerintah, terlepas apakah itu legal atau tidak. Dengan itu protes-protes,
demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan pemberontakan untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik (Sudjiono
Sastroatmodjo,1995: 67-79).
Partisipasi politik
dapat terwujud dalam berbagai bentuk, kita dapat membedakan jenis-jenis
perilaku perilaku yang berkaitan dengan partisipasi politik sebagai berikut;
- Kegiatan pemilihan mencakup suara,
akan tetapi juga menyangkut sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja
dalam sebuah pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap
tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam
pemungutan suara adalah jauh lebih meluas dibandingkan dengan
bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya, dan oleh sebab itu
factor-faktor yang berkaitan dengan kejadian itu seringkali membedakannya
dari jenis-jenis partisipasi lain, termasuk kegiatan kampanye lainnya.
- Lobbying mencakup upaya-upaya
perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerinah dan
pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan
mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan orang
banyak.
- Kegiatan organisasi menyangkut
partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam sebuah organisasi yang
tujuan utama dan eksplisinya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah.
- Mencari koneksi(Contacting)
merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat
pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi satu atau
segelintir orang ( Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: 1994; 16-17).
Sifat yang berseberanga
dengan partisipasi politik adalah sikap Apatis( masa bodoh)secara sederhana
sekali bisa didefinisikan sebagai tidak punya minat atau tidak punnya perhatian
terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gajala pada umumnya atau pada
khususnya. Dari sudut pandang sosiologis, dapat diterapkan pada masyarakat
secara umum atau hannya pada aspek-aspek tertentu dari masyarakat. Karena itu,
sejauh mengenai partisipasi politik, sifat yang paling penting dari seorang
yang apatis adalah kepasifanya atau tidak adanya kegiatan politik.
Morris Rosenberg
mengsugestikan tiga alasan pokok untuk menerapkan apati politik.Kesimpulan
didasarkan pada satu seri wawancara yang tidak berstruktur yang mendalam.Alasan
pertama adalah konsekuensi yang di tanggung dari aktivitas politik. Hal itu
dapat mengambil beberapa bentuk: individu dapat merasa, bahwa aktivitas politik
merupakan ancaman terhadap berbagai aspek hidupnay. Alasan Rosenberg kedua
adalah, bahwa individu dapatmenganggap aktivitas politik sebagai sia-sia saja.
Sebagai individu tunggal, dia mungkin merasa bahwa dia sama sekali tidak mampu
mempengaruhi jalannya peristiwa, dan bahawa kekuatan politik yang bersifat
bagaimanapun juga ada diluar control individu. Yang ketiga, seperti limbrath,
roenberg beranggapan, bahwa “memacu diri untuk bertindak” atau perangsang politik
adalah faktor penting untuk mendorong aktivitas politik, dengan tidak adannya
perangsang sedemikian itu dapat menambahkan perasaan apati( dalam Michael Rush
dan Philip Althoff, 2008: 144-146).
Fungsi Partispasi
Politik
Menurut Robert Lane (
dalam Rush dan Altohof dalm Suharno, 2004: 107) partisipasi politik memiliki
empat fungsi partisipasi politik bagi individu-individu yaitu;
- Fungsi pertama sebagai
sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi, partisipasi politik seringkali
muncul dalam bentuk upaya-upaya menjadikan arena politik untuk
memperlancar usaha ekonominya ataupun sebagai sarana untuk mencari
keuntungan material.
- Fungsi kedua sebagai
sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial, yakni
memenuhi kebutuhan akan harga diri, meningkatnya status sosial, dan merasa
terhormat karena dapat bergaul dengan pejabat-pejabat terkemuka dan
penting. Pergaulan yang luas dan bersama pejabat-pejabat itu pula yang
mendorong partisispasi seseorang untuk terlibat dalam aktivitas politik.
Orang-orang yang demikian itu merasa puas bahwa politik dapat memenuhi
kebutuhan terhadap penyesuaian sosialnya.
- Fungsi ketiga sebagai
sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus, orang berpartisipasi dalam
politik karena politik dianggap dapat dijadikan sarana bagi pencapaian
tujuan-tujuan tertentu seperti untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan
proyek-proyek, tender-tender, dan melicinkan karier bagi pejabatnya.
Nilai-nilai khusus dan kepentingan individu tersebut apabila tercapai,
akan makin mendorong partisispasinya dalam politik. Terlebih lagi bagi
seseorang yang terjun dalam bidang politik, seringkali politik dijadikan
sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya.
- Fungsi keempat sebagai
sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologi
tertentu, yakni bahwa keterlibatannya dalam bidang politik untuk memenuhi
kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuuhan psikologi tertentu, seperti
kepuasan batin, perasaan terhormat, merasa menjadi sosok yang penting dan
dihargai orang lain dan kepuasan-kepuasan atas target yang telah
ditetapkan.
Menurut Arbit Sanit (
Dalam Sastroatmojo, 1995: 84-87) memandang ada tiga fungsi partisipasi politik
yaitu;
- Pertama memberikan
dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta sistem
politik yang dibentuknya. Partisipasi politik ini sering terwujud dalam
bentuk pengiriman wakil-wakil atau utusan pendukung ke pusat pemerintahan,
pembuatan pernyataan yang isinya memberikan dukungan terhadap pemerintah,
dan pemilihan calon yang diusulkan oleh organisasi politik yang telah
dibina dan dilembagakan oleh penguasa tersebut.
- Kedua partisipasi
yang dimaksudkan sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan
pemerintah. Langkah itu dilakukan dengan harapan agar pemerintah meninjau
kembali, memperbaiki atau mengubah kelemahan tersebut. Partisipasi ini
dapat terlihat dalam bentuk membuat petisi, reolusi, aksi pemogokan,
demonstrasi, dan aksi protes.
- Ketiga partisipasi
sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga
diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam
sistem politik. Untuk mencapai tujuan seperti itu seringkali dilakukan
pemogokan, pembangkangan politik, huru-hara dan kudeta bersenjata.
Selain memiliki
berbagai fungsi, partisipasi politik juga memiliki beberapa tugas yaitu;
- Untuk mendorong program-program
pemerintah, hal ini berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk
mendukung program politik dan program pemerintahan.
- Sebagai institusi yang menyuarakan
kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan
meningkatkan pembangunan,
- Sebagai sarana untuk memberikan
masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan
pelaksanaan program-program pembangunan.
Untuk menyampaikan
nilai-nilai, sikap-sikap, pandangan-pandangan, dan keyakinan-keyakinan politik
diperlukan sarana-sarana. Untuk itu selanjutnya Almond menyebutkan adanya enam
sarana (agen sosialisasi politik) yaitu keluarga, sekolah, kelompok bergaul
atau bermain, pekerjaan , media massa dan kontak-kontak politik langsung.
Bentuk-Bentuk
Partispasi Politik
Salah satu bentuk
partisipasi politik adalah mengikuti kegiatan organisasi politik, yang oleh
Almond dikatakan sebagai kegiatan membentuk dan bergabung dalam kelompok
kepentingan. Mengikuti organisasi biasanya dimaksudkan untuk turut serta
mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam pengambilan keputusan(sudjiono
sastroatmodjo,1995:74).
Apabila dilihat dari
sudut pandang partisipasi politik sebagai suatu kegiatan maka menurut
Sastroatmojo (dalam Soeharno: 2004; 104) dapat dibagi menjadi partisipasi aktif
dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara
mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternative kebijakan
yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan saran dan kritik untuk
mengoreksi kebijakan pemerintah.Sedangkan artisipasi pasif mencakup kegiatan
mentaati peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap
keputusan pemerintah.
Ditinjau dari sudut
pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart dan Goel (dalam
Soeharno: 2004; 104) membagi partisipasi politik dalam beberapa kategori yaitu;
- Apatis ( masa bodoh) yaitunorang
yang menarik diri dari aktivitas politik.
- Spektator yaitu orang-orang yang
paling tidak, pernah itkut dalam pemilihan umum.
- Gladiator yaitu orang-orang yang
secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator
dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan
pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.
- Pengeritik yaitu orang-orang yang
berpartisipsi dalam bentuk yang tidak konvensional
Partisipasi politik
apabila dipandang dari segi stratifikasi sosial maka menurut Goel dan Oslan
(dalam Suharno: 2004;105-106) terbagi atas beberapa hal yakni;
- Pemimpin politik
- Aktivitas politik
- Komunikator, yaitu orang yang
menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik kepada
orang lain
- Warga negara marginal yaitu orang
yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik
- Orang-orang yang terisolasi, yaitu
orang-orang yang jarang melakukan kontak dengan system politik
Partisipasi politik
juga dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni individu dan
kolektif.Individu adalah perorangan, sedangkan kolektif adalah kegiatan warga
negara secara serentak untuk memengaruhi penguasa. Partisipasi politik kolektif
dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif yang konvensional seperti
kegiatan dalam proses pemilihan umum dan partisipasi kolektif yang tidak
konvensional (agresif), seperti pemogokan yang tak sah, menguasai bangunan
umum, dan huru-hara. Selanjutnya, ppartisipasi politik kolektif secara agresif
dibedakan menjadi dua, yaitu aksi yang kuat dan aksi
yang lemah.Aksi yang kuat dan lemah tidak menunjukkan sifat yang baik
dan yang buruk. Dalam hal ini, kegiatan politik dapat dikategorikan kuat
apabila memenuhi tiga kondisi berikut: bersifat antirezim, dalam arti melanggar
peraturan mengenai partisipasi politik yang normal (melanggar hukum), mampu
mengganggu fungsi pemmmerintahan, dan harus merupakan kegiatan kelompok yang
dilakukan oleh nonelit(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72).
Aksi protes yang
dibenarkan oleh hukum tidak termasuk ke dalam kategori partisipasi politik
agresif, seperti pemboikotan dan pemogokan buruh biasa tanpa tujuan-tujuan
politik.Apabila partisipasi politik yang agresif tidak mengandung kekerasan,
kegiatan ini di sebut pembangkangan warga Negara (civil disobedience),
seperti penolakan wajib militer.Sebaliknya, apabila kegiatan itu mengandung
kekerasan disebut kekerasan politik (politik violence), seperti pembunuhan
politik. Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkkan sistem politik
demokrasi merupakan hak warga Negara, akan tetapi dalam kenyataan, presentase
warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu Negara kenegara yang lain.
Dengan kata lain, tidak semua warga Negara ikut serta dalam proses
politik(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72).
Dilihat dari latar
belakang yang memotivasi timbulnya partisipasi politik maka menurut halington
dan nelson( dalam suharno: 2004; 107) terbagi menjadi dua yaitu;
- Partisipasi otonom, yaitu
partisipasi politik yang didorong oleh keinginan pelakunya sendiri untuk
melakukan tindakan tersebut.
- Partisipasi mobilisasi, yaitu
partisipasi yang digerakkan atau diinginkan oleh orang lain, bukan karena kesadaran
atau keinginan pelakunya sendiri.
Cohen dan Uphoff(dalam
Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 66-67) membedakan empat jenis
partisipasi, yaitu
- Partisipasi
dalam pengambilan keputusan
2.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif tujuan dari suatu
rencana pembanguan. Namun demikian dalam praktik bisa lebih luas daripada
sekedar itu. Partisipasi dalam pengambilan keputusan ini sangat penting, karena
masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan.
- Partisipasi
dalam pelaksanaan
4.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program merupakan kelanjutan dari rencana yang telah disepakati sebelumnya,
baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan. Dalam tahap
pelakanaan program, dibutuhkan keterlibatan berbagai unsur, khususnya
pemerintah sebagai fokus atau sumber utama pembangunan.
- Partisipasi
dalam mengambil manfaatan
6.
Partisipasi ini tidak terlepas dari
kualitas maupun kuantitas hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai. Dari
segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya
peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari seberapa
basar presentase keberhasilan suatu program yang dilaksanakan itu, apakah sudah
sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
- Partisipasi
dalam evaluasi
8.
partisipasi masyarakat dalam evaluasi
ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi
ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan
rencana yang ditetapkan atau ada penyimpangan.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Partisipasi Politik
Faktor-faktor yang
diperkirakan memengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah
kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang
dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga Negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang
lingkungan masyarakat dan politik, dan pengetahuan seseorang ialah penilaian
seseorang terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang tentang lingkungan
masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap
lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Yang dimaksud dengan sikap
dan kepercayaan kepada pemerintah: apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya
dan dapat dipengaruhi atau tidak.
Berdasarkan
tinggi-rendahnya kedua faktor tersebut, Paige membagi partisipasi menjadi empat
tipe.Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah yang tinggi, maka partisipasi politik cenderung aktif.Sebaliknya,
apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah maka
partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis).Tipe partisipasi ketiga
berupa militan radikal, yakni apabila kesadaaran politik tinggi, tetapi
kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Selanjutnya, apabila kesadaran
politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah tinggi, maka
partisipasi ini disebut tidak aktif (pasif) (dalam Basrowi, Sudikin dan Suko
Susilo, 2012: 72-73).
.
Sebagai sebuah kegiatan
tentu partisipasi politik memiliki banyak factor yang dapat mempengaruhinya,
menurut Surbakti( dalam Suharno,2004: 108) terdapat dua variabel yang dapat
memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik
seseorang, dua variable tersebut yaitu;
- Aspek kesadaran politik seseorang
yang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapatkan perlindungan hukum,
hak mendapatkan jaminan sosial, dan kewaiban-kewajiban seperti kewajiban
dalam system politik, kewajiban kehidupan sosial dan kewajiban lainnya.
- Menyangkut bagaimanakah penilaian
dan apresiasi terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah dan pelaksanaan pemerintahannya.
Partisipasi politik
masyarakat memiliki perbedaan dalam intensitas dann bentuknya.Hal itu
di samping berkaitan dengan sistem politik, juga berhubungan dengan
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Meluasnya partisipasi
politik di pengaruhi oleh beberapa hal yang menurut Weimer(dalam sudjiono
sastroadmodjo, 1995: 89-90) disebutkan paling tidak terdapat lima. Dari kelima
hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi yang lebih
luas dalam proses politik itu yang
- Faktor yang pertama ialah
modernitas. Modernitas di segala bidang berimplikasi pada komersialisasi
pertanian industrilisasi,meningkatnya arus urbanisas, peningatan kemapuan
baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media massa/ media
komunikasi secara lebih luas. Kemajuan itu berakibat pada partisipasi
warga kota baru seprti kaum buruh kaum pedangang, dan profesional untuk
ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut keikutsertaannya dalam
kekuasaan politik sebagai bentuk kesadaran bahwa mereka pun dapat
mempengaruhi nasibnya sendiri.
- Faktor yang ke dua adalah
terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan struktur
kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja
baru yang makin meluas dalam era industriliasi dan modernitas. Dari hal
itu muncul persoalan yaitu siapa ang berhak ikut serta dalam pembuatan
keputusan-keputusan politik yang berakhir membawa perubahan-perubahan
dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara kritis menyuarakan
kepentingan-kepentingan masyarakat yang terkesan secara demokratis.
- Pengaruh kaum intelektual dan
meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor meluasnya partisipasi
masyarakat. Ide-de baru seperti nasionalisme, liberalisme, dan
egaliterisme membangkitkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan. Komunikasi yang meluas mempermudah penyebaran
ide-ide itu dalam seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat
yang belum maju sekalipun akan dapat menerima ide-ide politik tersebut
secara cepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-tuntutan rakyat dalam
ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
- Faktor ke empat ialah adanya
konflik antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik yang bersaing
memperebutkan kekuasaan seringkali untuk mencapai kemenangan dilakukan
dengan cara mencari dukungan masa. Dalam konteks ini mereka beranggapan
adalah sah apabila yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat dan dalam
upaya memperjuangkan ide-ide partisipasi masa. Implikasinya adalah
munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak asasi manusia,
keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian
pertentangan dan perjuangan kelas menengah terhadap kaum bangsawan yang
memegang kekuasaan mengakibatkan perluasaan hak pilih rakyat.
- Sebab kelima, menurut weimer ialah
adanya keterlibatan pemerintah yang semakin mmeluas dalam urusan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Meluasanya ruang lingkup aktifitas pemerintah ini
seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang terorganisir untuk ikut
serta dalam mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut
merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang
kehidupan.
Dalam konteks Indonesia
Arbi Sanit( dalam Suharno, 2004:110) menyebutkan terdapat lima factor yang
mendorong partisipasi politik masyarakat Indonesia, yaitu;
- Adanya kebebasan berkompetisi
disegala bidang termasuk dibidang politik,
- Adanya kenyataan berpolitik secara
luas dan terbuka,
- Adanya keleluasaan untuk
mengorganisasi diri, sehingga organisasi masyarakat dan partai politik
dapat tumbuh dengan subur,
- Adanya penyebaran sumber daya
politik dalam masyarakat yang berupa kekayaan dalam masyarakat,
- Adanya distribusi kekuasaan
dikalangan masyarakat sehingga tercipta suatu perimbangan kekuatan.
Peran Warga Negara
dalam Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosial-ekonomi pada negara
berkembang
Peran warga negara
dalam negara nama lainnya adalah partisipasi politik. Karena yang menjadi
sasarannya adalah negara/pemerintah. Banyak sekali definisi partisipasi politik
, tetapi jika dianalisis, maka unsur-unsur partisipasi politik meliputi;
- Pemeran: individu atau kelompok
dari rakyat.
- Bersifat sukarela: artinya
berdasarkan kesadaran dari pemeran. Bukan karena paksaan/penentu keputusan
berasal dari luar dirinya. Yang terakhir ini dikenal dengan mobilisasi
politik.
- Sasaran adalah penguasa/pemerintah.
- Cara-cara yang ditempuh dapat
berupa;
- Legal atau illegal.
- Teroganisir atau spontan.
- Mantap atau sporadic.
- Secara damai atau dengan kekerasan.
- Efektif atau tidak efektif.
- Pentingnya partisipasi politik,
antara lain untuk;
- Integrasi nasional
- Pembentukan identitas nasional.
- Loyalitas nasional.
- Akselerasi keberhasilan pembangunan
nasional.
Salah satu sarana untuk
berpatisipasi adalah partai politik.Partai politik dapat dikatakan sebagai
sarana partisipasi politik dapat dikatakan sebagai sarana partisipasi politik
yang terpenting. Sebab partai politik terlibat langsung dalam proses konversi (pengolahan)
kebijakasanaan politik dan dalam menentukan seleksi terhadap pejabat-pejabat
politik lewat pemilu. Sehingga upaya mempengaruhi kebijaksanaan pembangunan
nasional yang dilakukan oleh warga negara, diharapkan akan lebih efektif
dibandingkan sarana partisipasi politik yang lain ( Drs. Cholisin, M.Si : 2013;
59-60).
Status sosial dan
status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi
rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi
dipandang lebi cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif,
dibandingkan dengan yang status ekonominya lebih rendah.
Didalam
masyarakat-masyarakat yang berlainan, partisipasi politik dapat berakar dalam
landasan-landasan golongan yang berlainan.Terkecuali dalam hal mencari koneksi
kebanyakan partisipasi politik melibatkan sesuatu kolektifitas. Oleh sebab itu
maka mungkin untuk menganalisa partisipasi dari segi tipe-tipe organisasi
politik yang berlainan dan digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi dan
yang biasanya merupakan landasan yang lazim yaitu;
- Kelas : perorangan denagn status
sosial, pendapatan pekerjaan yang serupa.
- Kelompok/ komunal : peroranganh
dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama.
- Lingkungan : perorangan yang secara
geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.
- Partai : perorangan yang
mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama dan berusaha
untuk meraih atau mempertahankan control atas bidang-bidang eksekutuf dan
legislative pemerintahan., dan
- Golongan : perorangan yang
disatukan oleh interaksi yang terus menerus atau intens satu sama lain,
dan salah satu manifestasinya adalah pengelompokan patron-klien, artinya,
satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal
balik diantara perorangan yang mempunyai system status, kekayaan dan
pegaruh yang tidak sederajat( Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: 1994;
21).
Hubungan antara
pembangunan sosial-ekonomi dengan partisipasi politik adalah sebagai berikut;
- Pertama : didalam suatu masyarakat,
tingkat partisipasi politik cenderung bervariasi dengan status
sosioekonomi. Mereka yang berpendidikan tinggi, berpenghasilan lebih besar
dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih
partisipatif daripada mereka yang miskin.
- Kedua : pembangunan ekonomi dan
sosial melibatkan ketegangan dan tekanan antar kelompok sosial;
kelompok-kelompok yang baru bermunculan; kelompok-kelompok yang sudah
mapan mulai terancam; dan kelompok-kelompok yang lebih rendah menggunakan
kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka.
- Ketiga : perekonomian yang semakin
kompleks menyebabkan bertambah banyaknya organisasi dan perkumpulan serta
meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam kelompok-kelompok itu.
- Keempat ; pembangunan ekonomi untuk
sebagai memerlukan dan sebagian lagi menghasilkan perluasan penting dari
fungsi-fungsi pemerintah.
- Kelima : modernisasi sosioekonomi
biasanya berlangsung dalam bentuk pembangunan nasional. Negara-negara
merupakan wahana bagi modernisasi. Oleh karena itu, maka bagi perorangan,
hubungannya dengan negara menjadi sangat penting, dan identitasnya sebagai
bagian dari negaracenderung mengabaikan loyalitas lainnya( Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson: 1994; 60-61).
Partisipasi politik
antara masyarakat didaerah perkotaan dan pedesaaan tentu berbeda, tingkat
partisipasi politik di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan
daerah pedesaan, maka hal ini merupakan akibat dari perbedaan status sosial,
pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Partisipasi di negara
berkembang: ketika kita mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang mencolok pada
tingkat partiipasi di negara kaya dan negara yang miskin( dalam hal ini negar
berkembang dan negara tertinggal). Perbedaan tersebut dsebabkan oleh banyak
factor diantaranya bahwa orang-orang yang tertinggal biasanya tidak begiu
berpartisipasi didalam politik karena partisipasi bagi mereka dipandang tidak
relevan dengan urusan mereka yang pokok( pekerjaan, pangan dan bantuan medis)
adanya beberapa hal yang menyebabkan perasaan mengenai partisipasi tersebut
berbeda adalah.
- Pertama, orang yang tertinggal
tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi secara
efektif-informasi yang memadai , kontak-kontak yang tepat, uang dan
seringkali juga waktu.
- Kedua di lapisan-lapisan
berpenghasilan rendah orang sering terbagi-bagi menurut kas, suku bangsa,
agama atau bahasa juga dimana garis-garis pemisah itu tidak jelas. Orang
dapat mengadakan pembedaan-pembedaan atas dasar sekte, penghasilan, status
atau tempat tinggal yang yang hampir tidak tampak bagi orang luar.
- Ketiga orang tertinggal cenderung
beranggapan bahwa permohonan atau tekanan-tekanan dari mereka, baik
peorangan atau kolektif akan dianggap sepi atau ditolak oleh pihak
berwajib, dan sebagian besar dari anggapan tersebut seringkali benar (
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: 1994; 160-161).
Sistem demokrasi
liberal membuka kemungkinan yang sangat besar dan bebas bagi terjadinya
persaingan bebas dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang politik.
Seringkali keputusan-keputusan yang telah ditetapkan secara spontan ditolak
atau disetujui oleh masyarakat. Masa merupakan elemen yang reaktif terhadap
setiap perubahan keadaan sosial – politik yang terjadi. Di samping itu adanya
kebebasan berpolitik yang luas dan terbuka memungkinkan munculnya banyak partai
politik yang menyuarakan kepentingan – kepentingan kelompok masyarakat dan
tidak menutup kemungkinan menyuarakan kepentingan pribadi.
Sistem multi partai
yang ada di satu sisi menampilkan dinamika politik masyarakat, di sisi lain
karena relatif belum dewasanya kesadaran politik rakyat dan sistem politik
menyebabkan instabilitas politik. Selain itu di sadari pula bahwa masa itu
distribusi kekuasaan dan sumber-sumber daya politik secara relatif ada di
kalangan rakyat denagn pemusatan kekuasan yang relatif kecil dan kekuasaan
ekonimi yang tidak terpusat pada satu atau dua orang saja. Dengan kondisi itu
selain tidak terpusat pada perimbangan kekuatan politik, juga tidak adanya satu
sektor kekuatan politik yang disebabkan oleh sekelompok orang yang memiliki
akses-akses ekonomi sehingga sangat menentukan keputusan-keputusan politik.
Sementara itu, pada
masa demokrasi terpimpin faktor-faktor yang ada sebelumnya hampir tidak dapat
diketemukan. Kenyataan itu tampak sekali dalam praktek-praktek politiknya.
Sulit sekali menemukan iklim persaingan politik, kebebasan, dan keterbukaaan
politik dalam masa itu. Hal tersebut di pengaruhi oleh adanya kepemipinan yang
bermaksud mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bagi
seluruh rakyat.
Partisipasi politik
dalam pembangunan secara keseluruhan memiliki arti penting. Pertama sebagai
satu tujuan utama kaum elit politik dan kekuatan-kekuatan sosial dari
perorangan yang terlibat di dalam proses itu. Kedua, sebagi sarana kaum elit,
kelompok-kelompok, dan perorangan untuk mencapai tujuan-tujuan lain yang mereka
nilai tinggi. Ketiga, sebagi hasil sampingan atau konsekuensi tercapainya
tujua-tujuan lain bak oleh masyarakat secara keseluruhan ,oleh kaum elit,
kelompok-kelompok dan peseorangan dalam masyarakat.
Artinya partisipasi
politik tetap diberi batasan, kerangka, dan arah untuk tetap menjamin keapanan
kekuasaan dan stabilitas nasional. Pembahasn dilakukan misal dengan melakuakan
pengawasan-pengawasan administrasi yyyang ketat dan tindakan-tindakan otokratif.
Pengawasan terhadap media massa dan komunikasi untuk senantisa bergerak secara
vertkal melaui jalan-jalan yang telah ditentukan. Disisi lain komunikasi
horisontal dibatasi agar tidak berkembang menjadi pendapat umum dalam
masyarakat.
Partisispasi politik
dalam pembangunan itu sendiri jarang ditetapkan sabagai tujuan, melainkan
dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan lian. Selain itu patisipasi politik itu
juga merupakan efek samping yang berjalan seiringan denagn tujuan pembangunan
yang lain.
Berkaitan dengan
pembangunan sosial ekonomi dengan partisipasi politik menyelaraskan koulsi
antara keduanya. Pertama, bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat
cenderung berlainan dengan dasar status ekonomi. Umumnya mereka memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi, cenderung lebih berpartisipasi dari pada yang
miskin dan tak berpendidikan ,dan memiliki kualitas pekerjaan yang rendah.
Logikanya ialah bahwa
pembangunan akan menghasilkan banyak orang yang berpendidika, berpenghasilan
relatif tinggi, dan status pekerjaan yang tinggi sehingga partisipasi politik
masyarakat cenderung maningkat.Kedua ialah bahwa pembangunan ekonomi
dan sosial secara tidak langsung telah meningkatkan keteganggan dan tekanan
antara kelompok. Karena banyak kelompok yang memasuki arena politik.Ketiga
ialah berkembangnya ekonomi yang semakin kompleks menyebabkan banyaknya
organisasi dan perkumpulan sehingga melibatkan banyak orang dan kelompok.
Keempat, ialah pembangunan ekonomi di samping sebagai memerlukan
perluasan-perluasan penting dari fungsi-fungsi pemerintah, sebagaian yang lain
bahkan menghasilkan.
Dalam masyarakat maju
perekonomiannya memerlukan lebih banyak promosi dengan retribusi dengan
pemerintah, berbeda dan yang terjadi pada masyarakat agraris. Artinya merea
melihat aliensi di dalamnya.Kelima, ialah modernisasi ekonomi yang biasanya
berlangsung bentuk pembangunan nasional. Seringkali orang perorang memiliki
loyalitas terhadap negara cenderung mengabaikan loyalitas lain. Ratinya
kebudayaan dan pandangan politik negara mengesankan sehingga memudahkan
partisipasi politik.
Partispasi politik
dengan tegas mempersoalkan bagaimana rakyat diajak ikut serta dalam proses
pengambillan keputusan politi. Dengan itu, setiap keputusan politik yang
diambil oleh suprastruktur politik, melaui proses konvensi, dikaitkan kembali
dengan rakyat karena melibatkan rakyat. Salah satu corak pembangunan yang
barangakali sering diperhitungkan ialah meningkatnya aspirasi masyarakat yang
oleh Alfian sering disebut “revolusi Harapan’. Untuk itu diperlukan sistem politik
yang represif dan model pembangunan yang dapat menangkap perkembangan aspirasi
tersebut.
Dari sejarah politik
Indonesia kritis partisipasi pada prinsipnya disebabkan beberapa hal.
- Adanya logika formal yang
menyatakan bahwa infrastruktur politik dibentuk tanpa melibatkan
keikutsertaan rakyat, sehingga setiap kebijaksanaan politik yang diambil
oleh suprastruktur politik sedikit banyak dirasakan sebagai kurang adanya
ikatan batin denagn sebagian rajyat.
- Setiap keputusan suprastruktur
harus mengikatkan dan dipaksakan.
- Ketidakacuhan (apatis) yang tumbuh
dan seringkali disusul dengan manifestasi ekstern berupa separatisme dan
demokrasi.
- Adanya volume tuntutan yang tidak
mendapatkan wadah yang cukup dalam suprastruktur politik, sehingga banyak
persoalan pembangunan yang tujuannya hendak mengembangkan masyarakat
menjadi terganggu.
Pola pembangunan
cenderung meletakan titik berat pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial
ekonomi akan cenderung mempertahankan stabilitas nasional sebai kondisi dasar
guna pencapaian sasaran itu. Pada model pembangunan tersebut, partisipasi
diperlukan untuk memberikan dukungan bagi terkesannya program-program
pembangunan secara keseluruhan. Partisipasi diarahkan dalam jalur-jalur dan
mekanisme yang ditentukan oleh pemerintahan untuk menjamin tetap berlangsung
proses pembangunan.
Distrubusi partisipasi
rakyat, meskipun dalam pemilihan umum sejak 1971 menunjukan partisipasi yang
benar, partisipasi dalam betuk lain perlu terus dikembangkan. Disamping untuk
mendukung proses pembangunan, hal itu juga untuk memberikan peran terhadap
masyarakat untuk ikut serta bertanggung jawab terhadap pembangunan( Sudjiono
Sastroadmodjo,1995: 98-107).
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Partisipasi politik
dapat kita artikan dengan mengambil bagian atau mengambil peranan dalam
aktivitas atau kegiatan politik suatu negara,partisipasi merupakan aspek
penting dalam demokrasi.Partisipasi politik adalah usaha terorganisir oleh para
warga negara untuk memlih pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan
jalannya kebijakan umum. Usaha ini dilakukan akan tanggung jawab dan kesadaran
mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu Negara.
Salah satu bentuk
partisipasi politik adalah mengikuti kegiatan organisasi politik,Apabila
dilihat dari sudut pandang partisipasi politik sebagai suatu kegiatan maka
dapat dibagi menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif, Ditinjau dari
sudut pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart dan Goel Apatis
,Spektator ,Gladiator, pengritik. Partisipasi politik juga dapat dikategorikan
berdasarkan jumlah pelaku, yakni individu dan kolektif. Dilihat dari latar
belakang yang memotivasi timbulnya partisipasi politik maka menurut haltington
dan nelsonterbagi menjadi dua yaitu; Partisipasi otonom, Partisipasi mobilisasi,
Faktor-faktor yang
diperkirakan memengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah
kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Myron
Meiner menjelaskan faktor-faktor penyebab masyarakat berkenaan berpartisipasi
dalam politik, yaitu:
- Akibat adanya modernisasi dalam
segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut
untuk ikut dalam kekuasaan politik.
- Adanya perubahan-perubahan struktur
kelas.
- Adanya pengaruh kaum intelektual
dan komunikasi masa modern.
- Adanya konflik antar kelompok
kepentingan politik
- Adanya keterlibatan pemerintah
meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Meluasnya ruang lingkup
aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi
akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
Status sosial dan
status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi
rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi
dipandang lebi cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif,
dibandingkan dengan yang status ekonominya lebih rendah.
Partisipasi politik
antara masyarakat didaerah perkotaan dan pedesaaan tentu berbeda, tingkat
partisipasi politik di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan
daerah pedesaan, maka hal ini merupakan akibat dari perbedaan status sosial,
pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Saran
Penulis menyadari jika
makalah ini masih jauh dari sempurna.Kesalahan ejaan, metodologi penulisan dan
pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang adalah diantara
kekurangan dalam makalah ini.Karena itu saran dan kritik membangun sangat kami
butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Sastroatmodjo,
Sudijono. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Samuel. P. Huntington
dan Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik Di Negara Berkembang.
Jakarta: Rineka Cipta. Cetakan ke- 2.
Soeharno, S.Pd.,M.Si.
2004. Diktat Kuliah Sosiologi Politik. DIKTAT.
Drs. Cholisin, M.Si.
2013. Ilmu Kewarganegaraan(Civics). Yogyakarta: Ombak.
Dr. Basrowi, Dr.
Sudikin dan Dr. Suko Susilo. 2012. Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Michael Rush dan Philip
Althoff. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Pers.
0 komentar:
Post a Comment